Mendamaikan Masa Lalu



#1 Aku mulai merasa iba pada diriku sendiri; sebab bertahun-tahun ceruk-ceruk kenangan hanya menyimpan kisah-kisah yang sama.

#2 Ada orang-orang yang selalu harus berdebat dengan orang lain, kadang-kadang bahkan dengan diri dan kehidupan mereka sendiri. Karenanya mereka mulai menciptakan sebuah sandiwara di benak mereka dan menuliskan skenarionya berdasarkan perasaan frustasi mereka.

#3 Aku mengagumimu. Dan aku mengagumi pertarungan yang kau lakukan dengan hatimu.

#4 Aku menulis berlembar-lembar surat untukmu dan setiap kali membuka suratmu, aku khawatir kau mengatakan telah menemukan seseorang.

#5 Menunggu. Ini pelajaran pertamaku mengenai cinta

#6 Menunggu sangatlah menyakitkan. Melupakan amatlah menyakitkan. Namun tidak mengetahui apa yang harus dilakukan adalah perderitaan yang paling menyakitkan.

#7 Namun saat ini, kata-kata tidak ada gunanya. Cinta hanya dapat ditemukan lewat tindakan mencintai.

#8 Tidak, tidak, aku tidak bisa kembali. Aku harus membakar jembatan-jembatan yang menghubungkan diriku dengan aku yang dulu.

#9 Hiduplah. Mengenang hanya untuk orang-orang tua.

#10 Untuk orang-orang yang cukup bijaksana untuk memahami bahwa kadang-kadang cinta tak lebih dari kebodohan masa kanak-kanak.

#11 Ada beberapa hal dalam hidup ini yang layak diperjuangkan hingga titik terakhir

#12 Dan ada kekalahan. Tak seorang pun dapat menghindarinya. Tapi lebih baik kalah dalam beberapa pertarungan demi impian-impianmu, daripada kalah tanpa mengetahui apa yang kau perjuangkan. 

#13 Dan suatu hari kelak kita akan menoleh dan memandang perjalanan yang telah kita tempuh itu dengan penuh kebanggaan dan keyakinan. Betapa malangnya orang yang takut mengambil resiko.

**** Quotes above are taken from: By the River Piedra I Sat Down dan Wept. ~Paulo Coelho

Jakarta, 17 Maret 2014
Sofiet Isa M. Setia Hati



Seorang anak laki-laki dan perempuan jatuh cinta setengah mati. Mereka memutuskan untuk bertunangan. Dan ketika itulah kedua calon mempelai saling bertukar hadiah. Anak laki-laki itu sangat miskin -miliknya yang paling berharga hanya arloji yang diwarisinya dari kakeknya. Ketika ia membayangkan rambut kekasihnya yang indah, ia memutuskan menjual arloji itu untuk membelikan jepit rambut perak bagi kekasihnya.

Anak perempuan itu juga tidak mempunyai uang untuk membeli hadiah bagi kekasihnya. Ia pergi ke toko milik pedagang paling sukses di kota itu, dan menjual rambutnya. Dengan uang yang didapat, ia membelikan rantai jam emas bagi kekasihnya.

Ketika bertemu di pesta pertunangan, si anak perempuan memberikan rantai jam untuk arloji yang telah dijual kekasihnya, dan si anak laki-laki memberinya jepitan untuk rambut yang tak lagi dimiliki kekasihnya.

(By The River Piedra I Sat and Wept ~ Paulo Coelho)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts About Sofiet Isa - Edisi Revisi

Rumahku, Madrasahku

(Bukan) Aktivis Dakwah Kampus: Maulana, Maulana!