Barrier

Kita punya kesamaan yang banyak. Aku suka ini, kamu suka ini. Aku suka itu, kamu juga suka itu. Lalu, apakah kita (otomatis) berjodoh?

Kita pun punya banyak perbedaan. Aku begini, kamu begitu. Aku begitu, kamu begini. Kita berbeda dalam semua, -kata Gie- kecuali dalam cinta. Cinta kita menyatukan segala beda. Cinta melengkapi ruang-ruang kosong kita. Perbedaan melengkapi kita satu dengan lain. Lalu, apa kita (layak) berjodoh?

****

Barrier namanya. Hijab istilahnya. Tabir penyebabnya.

"Jangan anggap cinta datang dari persahabatan yang lama dan hubungan akrab. Cinta adalah anak keturunan kecocokan jiwa." Begitu Gibran merangkum cinta.

Cinta butuh chemistry. Jodoh butuh ikatan kimia abadi. Bukan hanya satu dua tatapan mata, dekapan raga, dan eratnya tangan tergenggam. Itu barrier kita pertama.

Tak mungkin kita berjodoh tanpa kita melompati barrier chemistry. Tak abadi cinta bersemi. Walau secocok apapun sifat dan polah kita. Walau se-klop apapun kita saling melengkapi. Jodoh tak mungkin terhampiri, tanpa ikatan lekat abadi.


****

Barrier kedua kita apa?

Ini yang utama: takdir Allah ta'ala....

Man do the best, God do the rest. Manusia berencana dan berikhtiar. Allah yang menuliskannya dalam titah. 

Seberusaha apapun kita menyatukan garis-garis jodohmu dan garis-garis jodohku. Allah jua lah yang menyatukannya. 

Allah bilang: iya, pasti iya. Walau kita terjarak berjuta tahun cahaya.

Allah bilang: tidak, pasti kita tak akan pernah berjodoh. Walau aku dan kamu, hanya lima langkah dari rumah.

Allah Maha Menjodohkan. Kita tak punya kuasa apa-apa.

****

Lalu, apakah kita (masih berminat untuk) berjodoh, kasih?


Jakarta, 3 Maret 2014
Sofiet Isa M. Setia Hati


.
.
.
Kurasa tidak

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Bukan) Aktivis Dakwah Kampus: Maulana, Maulana!

Tarbiyah Bukan PKS

Menuju Persatuan Gerak Gerakan Islam