(Bukan) Aktivis Dakwah Kampus: Maulana, Maulana!


Di tangannya yang tak sempurna itu, sebotol minuman keras tergenggam erat. Sementara, di sekelilingnya ada pesta ala anak muda kota Jogja. Berpasang-pasang, menghabiskan malam purnama di remang-remang lampu kota.

Bukan, ia bukan seorang penjual miras. Bukan pula seorang pemabuk. Ia hanya seorang da’i jalanan. Da’i keliling, begitu ia biasa mengenalkan diri pada khalayak ramai.

Namanya Ahmad Tukiran Maulana. Lahir di Ponjong, satu kawasan di pelosok Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Maulana, begitu ia biasa disapa, terlahir dengan kondisi fisik (dalam pandangan manusia) tak sempurna. Dengan kondisi fisiknya ini, ia lahir bukan untuk menjadi manusia yang mengeluh sembari meratapi nasib. Ia lahir dengan amal-amal yang luar biasa.

Hari-harinya ia habiskan berdakwah dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu masjid ke masjid lain, dari satu pengajian ke pengajian lain. Tak peduli, ia tak pernah memandang afiliasi gerakan dan pemikiran perngajian tersebut. Ia sambangi. Pun, ia ajak banyak mahasiswa dan sesama untuk sama-sama mengaji.

Banyak malam, ia habiskan untuk agenda rutinnya, sweeping. Ya, ia biasa keliling kampus Gadjah Mada dan sekitarnya, untuk sekedar mengingatkan manusia, utamanya muda-mudi untuk mengingat Allah.

Ia datangi muda-mudi yang sedang bermesraan, berangkulan di hening dan romantisnya malam. Ia ingatkan mereka, yang memang notabenenya bukan pasangan mahram. Ia ajak mereka kembali pulang, sembari mengajak mereka memperbaiki diri. Dan tak jarang, dalam aktivitas rutinnya ini, Maulana mendapati muda-mudi yang sedang pesta miras dan berbagai gaya hidup hedon anak muda lainnya.

Ia adalah penjaga moral Jogja dan Gadjah Mada. Lembah UGM, dulu adalah area dimana kemaksiatan berpusat. Miras hingga transaksi mesum lengkap disana. Namun, dengan izin Allah Lembah UGM kini steril. Dan tak bisa dipungkiri, Maulana berjasa disana.

Hari-harinya kini, banyak ia habiskan di Shelter Merapi, tempat semi permanen bagi korban erupsi merapi 2010 silam. Disana, berdiri sebuah musholla sederhana, Musholla Maulana. Ya, memang musholla ini dibangun atas inisiatif dan dana yang dikumpulkan Maulana. Di sana ia ajarkan masyarakat mengaji, sembari selalu menasehati bahwa segala takdir adalah ketetentuan Ilahi.

Memang, banyak pihak yang menggambarkan dirinya sebagai sosok yang sangat keras. Terlalu frontal, katanya. Namun, dia telah melakukan apa yang dia bisa. Di saat yang sama banyak aktivis dakwah yang baru sebatas merundingkan, baru dalam tataran syuro. Dia sudah beberapa langkah di depan, dengan amal-amal nyata dan signifikan.

******
Itulah Maulana. Dengan segenap keterbatasan ia berikan terbaik dari yang ia bisa. Dan di sana pun masih banyak Maulana-Maulana lain. Yakin, di tempatmu ada jua Maulana, bukan?

Mereka bukan aktivis dakwah kampus. Mereka tidak pernah mengaku, apalagi berkoar-koar bahwa mereka adalah aktivis dakwah kampus. Mayoritas dari mereka bahkan belum pernah merasakan pendidikan formal di kampus, apalagi hingga terdaftar sebagai anggota lembaga dakwah kampus. Namun, karena kerja-kerja ikhlas nan bersahaja dari mereka lah banyak perubahan signifikan terjadi atas perkembangan dakwah kampus. Bahkan, apa yang mereka hasilkan kadang jauh lebih besar ketimbang apa yang aktivis dakwah kampus hasilkan.

Mungkin kita, sebagai individu maupun sebagai institusi LDK, begitu sombong, jumawa. Kita anggap hanya kita lah yang berhak menikmati buah-buah dakwah kampus yang mulai ranum hari ini. Kita klaim bahwa kita lah yang paling berjasa.

Kita seakan lupa akan jasa-jasa yang bersahaja, semacam Maulana. Kita lupa pada jasa penjaga keamanan kampus yang menentramkan ibadah kita. Kita lupa pada ibu penjaja panganan, yang kehalalan produknya kita konsumsi di seminar, dauroh, dan halaqah. Kita lupa pada petugas kebersihan musholla dan masjid kampus kita, yang menjaga kesucian sujud-sujud kita. Duhai Allah, maafkan kelalaian kami.

******
Kam fina walaisa minna, wakam minna walaisa fina. Rasa-rasanya, ungkapan al Banna ini paling pas untuk menggambarkan sosok mereka. Betapa banyak orang ada ditengah kita, tetapi sejatinya bukan kelompok kita dan betapa banyak orang yang tercatat bagian dari kita tetapi tak ada ditengah kita.

Ya, sejatinya mereka tidak tidak memerlukan apa-apa dari para aktivis dakwah kampus dan seluruh stakeholder-nya. Namun sudah selayaknya lah bagi kita, aktivis dakwah kampus, untuk memberikan ta’dzhim terbaik kita bagi mereka. Meskipun mereka tetap akan ada walau tanpa apresiasi kita. Namun, apresiasi kita adalah gambaran betapa kita menghormati tiap jasa yang tercurah bagi dakwah kampus.

Terlebih, semoga kita mampu meneladani mereka. Mengambil saripati kebaikan mereka untuk kita tebarkan di bumi menjadi benih-benih kebaikan, bagi dakwah kampus, bagi semesta. Semoga.

Gd JTETI, 22 April 2012 13:17

sofietisamashuri.blogspot.com

Komentar

  1. apik mas.. keren. salut buat pak maulana

    BalasHapus
  2. eh, mau tanya maksud 'bukan pasangan mahrom' apakah bukan suami istri? Soale setau aye suami istri itu memang bkn mahrom.
    Overall, tulisane apik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini mbak e, ada pembahasan tentang mahrom http://almanhaj.or.id/content/83/slash/0

      Hapus
  3. coba deh dilihat ini : http://blog.re.or.id/mahram-muabbad-dan-mahram-ghoiru-mauabbad.htm "Istilah mahram adalah istilah yang terdapat di dalam bab fiqih nikah. Berasal dari kata haram yang artinya tidak boleh atau terlarang. Dari asal kata ini kemudian terbentuk istilah mahram, yang pengertiannya wanita atau laki-laki yang haram untuk dinikahi"

    trus di artikel lain nemu "Imam Ahmad rahimahullah berkata bahwasanya bila wanita tidak mendapati suami atau mahram yang menemaninya, maka tidak wajib baginya menunaikan haji. Ini sesuai dengan perkataan ulama Ahlul Hadits yang sebelumnya, demikian pula perkataan Al Hasan Al Bashri, Ibrahim An Nakha’i, Ishaq bin Rahuyah dan Ats Tsauri." http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/fiqh-ibadah/larangan-wanita-pergi-tanpa-mahram/
    nah, itu pakai kata 'suami atau mahrom' lho..

    trus ini lagi
    "Yang dimaksud mahrom[1] adalah wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki" Mengenai mahrom ini telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

    وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ

    “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa’: 22-24)

    http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/siapakah-mahram-anda.html


    haaa... saya juga bukan ahli tafsir/ulumul qur'an... mungkin emg lbh baik nanya langsung ke ustadz.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tarbiyah Bukan PKS

Menuju Persatuan Gerak Gerakan Islam