RPTRA-nya Ahok

To be honest, selama 27 tahun saya menjadi bagian dari wajah Jakarta, saya baru merasa Gubernur benar-benar bekerja ya hanya selama 3 tahun terakhir saja. Lainnya hanya hampir bekerja (maaf ya bang Yos) dan selebihnya hanya pura-pura bekerja (you know who i mentioned well)

Ahok dengan warisan karut marutnya tata kelola Jakarta, mampu membangun Jakarta yang lebih ramah. Jakarta Baru bukan hanya ilusi.

Sebenarnya, tidak ada ide besar yang ia usung. Ahok hanya melakukan apa yang seharusnya seorang Gubernur lakukan. Sesederhana itu.

Ia tahu warga kota itu warga yang acuh dan individualis, maka ia kembangkan pasukan orange. Ia tahu Jakarta sudah jenuh dengan kendaraan, maka ia bangun MRT, revitalisasi Transjakarta dengan feeder yang makin menjangkau pelosok kota. Dibangun pula banyak flyover dan underpass.

Ia tahu banjir masih menjadi momok bagi Ibukota, maka ia revitalisasi sungai. Suka tidak suka, penggusuran adalah hal wajib. Lalu ia bangun rusun bagi mereka yang terdampak.

Sulitnya adalah karena ia harus melawan para Taipan dari kelompok sejenis "Agung-Agung-an" sehingga reklamasi Teluk Jakarta tidak dapat dihindari. Walau kita sepakat akan dampak buruknya bagi lingkungan dan nelayan. Serta sulitnya merevitalisasi sungai yang melintasi kawasan elite, yang entah bagaimana izin nya dapat dikeluarkan dahulu.

Lalu, ia bangun RPTRA. Ruang Publik Terpadu Ramah Anak.

Saya dari dulu membayangkan, Jakarta ini serba hijau. Tiap kecamatan terdapat satu hutan kota minimal. Tiap kelurahan terdapat ruang publik. Tiap rumah terdapat sejumlah tertentu pepohonan.

Dan RPTRA lah jawabannya.

RPTRA-nya Ahok bagi saya berbeda dengan taman tematiknya Ridwan Kamil. Di Bandung, taman tematik lebih cocok bagi para wisatawan non Bandung ketimbang bagi warga Bandung itu sendiri.

RPTRA-nya Ahok itu kawasan terpadu dimana tua muda balita dapat berkumpul dengan berbagai aktivitasnya. Dan anak saya, Q selalu merengek tidak mau pulang tiap kali bermain disana.

RPTRA menjadi playground bagi balita. Arena olahraga -futsal, badminton, tari, silat- bagi anak muda. Hingga arena pocho-pocho bagi generasi tua. Plus adanya mikro librari.

Warga Jakarta sudah mulai kehabisan ruang terbuka hijau. Kita terlalu overload dengan mall dan pusat perbelanjaan lainnya. Sementara kita harus mengucap sayonara bagi stadion Menteng dan Lebak Bulus yang sarat sejarah.

Wajar, pada akhirnya kita saksikan tiap Ahad pagi warga Ibukota tumpah ruah sepanjang GBK, Sudirman-Thamrin hingga Monumen Nasional. Jakarta kritis ruang terbuka hijau. Dan RPTRA lah solusinya.

Namun, kebersamaan kita dengan Gubernur Ahok hanya seujung kuku. Sayangnya ia memiliki 3 kekurangan sekaligus dalam politik di Republik ini: ia non muslim, ia Tionghoa dan lisannya seolah tidak pernah disekolahkan. 

Sejujurnya saya berdoa, agar Allah menurunkan petunjukNya pada Ahok. Dan berharap, satu waktu akan lahir Lee Kuan Yew versi muslim Indonesia. Siapa tahu Ahok orangnya.

Dan, tak lupa berdoa semoga Gubernur yang baru dapat benar-benar bekerja juga. Tidak malah masuk strata mereka yang hanya bekerja secara pura-pura.


Jakarta, 300917

-SI-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts About Sofiet Isa - Edisi Revisi

Rumahku, Madrasahku

Q dan Sapu-nya