.... ajari kami tentang kekalahan
Kita butuh mencintai. Walapun cinta itu membawa kita ke
negeri yang danau-danaunya diisi dengan air mata.
Lalu tetanggaku Yakob berkata: “Ajari kami tentang kekalahan.”
Dan dalam siklus itu tak ada yang menang maupun yang kalah;
yang ada hanyalah tahap-tahap yang mesti
dijalani. Setalah hati manusia memahaminya, dia pun bebas dan sanggup menerima
masa-masa sulit dan tak akan terlena oleh saat-saat penuh kemenangan.
Namun, apabila kemenangan itu bukan milik mereka kali ini,
maka masih ada lain kali. Dan kalau bukan lain kali, maka masih ada lain kali
berikutnya. Yang terpenting adalah: bangkit kembali.
Aku disini untuk memberitahu kalian bahwa ada orang yang
belum pernah kalah: mereka yang tak pernah bertempur.
Mereka yang kalah adalah mereka yang tidak pernah gagal. Kalah
berarti kita bertekuk lutut dalam peperangan atau pertempuran. Gagal berarti
kita tidak meneruskan pertempuran.
Hanya yang kalah, yang menyerah. Orang-orang lainnya adalah
pemenang.
Kekalahan berakhir saat kita terjun lagi ke kancah
pertempuran. Kegagalan tidak pernah berakhir: itu perubahan hidup.
“Kesulitan”, itulah nama taktik kuno yang diciptakan untuk
membantu kita mendefiniskan diri kita yang sebenarnya.
Dan akan tiba harinya: ketika masa-masa sulit itu tinggal
menjadi cerita untuk disampaikan dengan bangga pada mereka yang mau
mendengarkan dan orang-orang ini akan mendengarkan dengan rasa hormat dan
mempelajari hal-hal penting:
Lebih baik pernah mencintai dan kehilangan … daripada tidak
pernah mencintai sama sekali.
Dikutip dari Novel Paulo Coelho,
'Manuskrip yang Ditemukan di Accra'
dengan beberapa penyesuaian diksi dan urutan
Yogyakarta, 6 Oktober 2014
Sofiet Isa M. Setia Hati
Cinta hanya sepatah kata, sampai seseorang datang dan memberinya makna.
(Coelho, dalam 'Manuskrip yang Ditemukan di Accra')
Komentar
Posting Komentar