Let It Be!


Bagi Anda penggemar grup band asal Liverpool ‘The Beatles’, lagu ‘Let It Be’ pasti sudah tak asing lagi. Lagu ini pasti ada dalam urutan teratas dalam playlist pemutar musik gadget Anda.

Ya, ‘Let It Be’ memang menjadi salah karya terbaik dari grup band paling legendaris seantero bumi ini. Lirik dan syairnya yang dalam dibungkus dengan lantunan irama yang pas, membuat tiap pendengarnya merasakan aura dan suasana batin penciptanya.

Paul McCartney, vokalis sekaligus pencipta lagu ini, menuturkan bahwa ia menciptakan Let It Be setalah dalam satu malam ia bermimpi bertemu ibunya yang telah lama tiada. Ibunya, yang dalam Let It Be dipersonifikasikan sebagai Mother Mary, menasehatinya dengan kata yang akhirnya dijadikan judul lagu ini, Let It Be.

Para penggemar The Beatles percaya bahwa lagu ini diciptakan Paul McCartney sebagai pergolakan batinnya atas kondisi The Beatles yang diambang bubar. Paul tak ingin grup band yang membesarkan namanya, bubar begitu saja. Dan, Let It Be jelas menggambarkannya.

*****
Terlepas dari liriknya yang kental dengan nuansa Katolik, saya ingin mengambil inspirasi Let It Be dari sudut pandang pribadi.

Let It Be, jika kita terjemah bebas dapat diartikan ‘biarkan saja ini terjadi’ atau ‘biarkan saja seperti ini’. Dan dalam liriknya, Let It Be memang menggambarkan banyak situasi dimana berbagai kesenangan tercabut begitu saja. Cinta, persahabatan, dan hubungan tiba-tiba lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Dan bagi orang yang optimis, yang akan terucap selanjutnya adalah, Let It Be. Biarkan saja seperti ini, niscaya akan ada cahaya kebahagian dibaliknya.

Ya, dalam konsep Islam, ia dekat dengan bagaimana seorang anak manusia menangkap setiap takdir Allah. Ada banyak manusia yang menyalahkan Allah atas setiap tercerabutnya kebahagiaan dan kesenangan. Penyakit, kematian, perpisahan, kesulitan, dan tangis diratapi banyak manusia dengan ratapan negatif. Destructive response.

Bagi mereka yang beriman dan kokoh pada keimanan, semua ini adalah bagian dari kehidupan. Tak selamanya, bagi mereka, roda ada di atas. Roda kehidupan ini pasti selalu berputar, kadang di atas kadang dibawah. Hidup pasti tak selamanya bahagia, pasti ada duka di antaranya. Dan Allah memang mempergilirkan suka atas duka dan seterusnya.

Kuncinya ada pada dua kata ini: syukur dan sabar. Syukur pada tiap anugrahNya dan sabar atas segala ujianNya. Baik buruknya takdir, harus disingkapi dengan syukur dan sabar. Dan inilah yang membedakan manusia optimis dan manusia pesimis.

Pun, Allah memberlakukan hal yang sama pada makhluk tercintaNya, Muhammad. Allah ‘memaksa’ Nabi untuk syukur dan sabar atas segela kehendakNya yang ditimpakan pada umat Nabi. Kisah-kisah Nabi terdahulu, yang banyak terangkum dalam Al Qur’an menjadi bukti bagaimana Allah mendidik Nabi untuk syukur dan sabar.

Saat Nabi mulai putus asa akan bebalnya umat untuk mengkhidmadkan diri hanya padaNya, Allah mengisahkan tentang Musa. Saat musa dihadapkan pada kondisi terdesak, umatnya, bani Israil malah berkata, “berperanglah kamu dengan Tuhanmu saja, kami duduk menunggu disini.” Nabi diingatkan, di sisinya masih ada Abu Bakar, Umar, dan puluhan sahabat setianya.

Saat nabi mulai jumud dengan hambatan yang malah datang dari kaum kerabatnya, Allah jua mengingatkan Nabi tentang Nuh dan Luth. Keluarga mereka menjadi penentang utama seruannya.

Begitu lah tiap manusia ditetapkan. Bahkan para Nabi, tak otomatis hidupnya penuh suka, bahagia. Maka, syukur dan sabar menjadi hal utama yang tak boleh terlupa dalam kondisi apapun.

Yakin lah, Allah itu Maha Tahu tentang tiap hambaNya. Dia tahu apa yang dibutuhkan hambanya. Dan biarlah semua berlaku dan berjalan atas kehendakNya. Insya Allah ada jalannya. Dan setelah kesulitan, pasti ada kemudahan. Bersama gelapnya malam, ada mentari yang yang akan menyinari, esok. Ada cahaya! Just say: Let It Be!


Gd JTETI, 22 April 2012 15:09

sofietisamashuri.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts About Sofiet Isa - Edisi Revisi

Rumahku, Madrasahku

Q dan Sapu-nya