Menguji Kebersahajaan Indomie Goreng

Salah satu persaksian paling tulus dalam sejarah umat manusia adalah bahwa tidak ada aroma terlezat selain aroma Indomie Goreng. Asap bebakaran dari sate sekalipun tak sanggup menandingi goda dan rayu aroma Indomie Goreng yang sedang ditiriskan dan diaduk-aduk bersama bumbu, minyak bawang dan kriuknya bawang goreng. 

Aroma nya yang semerbak bak dementor. Perut yang sudah penuh dengan nasi padang Sederhana sekalipun tetiba dapat langsung lapar kembali. Liur mendadak berkecamuk. Andai Cinta turun dari mata lalu ke hati, maka aroma Indomie Goreng adalah turun dari hidung, merasuki otak hingga mengatakan: “gue masih laper!”. 

Sebagai kritikus paruh waktu dalam dunia per-mie-an, Indomie Goreng adalah marga mie yang paling sederhana nan bersahaja. Bagaimana tidak bersahaja, dia adalah idola nomor wahid bagi mereka yang memilih jalan hidup bersahaja (baca: hidup ngirit). 

Sebagai mantan mahasiswa, Indomie Goreng 2 bungkus adalah menu pilihan (karena tidak ada pilihan lain) di sekitaran tanggal 20-30 tiap bulannya. Sembari ditemani kerupuk 500 perak dapat 2. Murmer, kan?

Hari ini pun masih sama. Sebagai buruh Ibukota, Indomie Goreng 2 bungkus menjadi candu. Dia adalah teman paling setia saat misuh-misuh melihat sepakan sebelas orang berkostum Man Utd yang bermain tidak ubahnya seperti tim Persicon Condet Raya. 

Alkohol, seks, dan rokok adalah gaya hidup metropolitan yang sudah terlampau mainstream dan old school. Namun, bagi saya dan mereka memilih jalan bersahaja,  Indomie Goreng tetaplah gaya hidup yang paling hipster, paling laki, dan abadi.  

Satu lagi tetang kebersahajaan Indomie Goreng.

Indomie goreng adalah satu-satunya mie (dalam ensiklopedi saya) yang disajikan dengan hanya satu cara. Batas berkreasinya terbatas. Sangat standar (sekali). Direbus, ditiriskan, dan dicampur bumbu, selesai. Paling kalau bosan, ya hanya ditambah sawi, telur dan irisan ayam. Minim kreasi, seperti sebuah tim sepakabola yang saya sebutkan di atas.

Berbeda dengan marga mie yang lain. Mie instan rebus misalnya. Dapat dikreasikan dengan maksimal. Menjadi mie tek-tek, mie dug-dug, atau mie tok-tok.

Karena ruang geraknya yang terbatas inilah, Indomie Goreng menjadi spesial. Dengan gaya penyajian yang bersahaja dan cenderung biasa saja, malah membuat Indomie Goreng itu lekat dihati. Apapun merk nya, jika sebuah mie disajikan dengan cara seperti itu, jumhur para penggiat kuliner sepakat mengatakan itu pasti Indomie Goreng.

Kesederhaan inilah ke-khas-an Indomie Goreng. Tidak perlu macam-macam untuk membuat kesepakatan global bahwa Indomie Goreng itu nikmat. Seperti kita bersepakat bahwa tak perlu gincu, bedak, dan maskara untuk menyatakan Dian Sastro adalah cantiknya maknyus. Hingga kelakarnya: andai Dian Sastro berhijab dan ikut liqo, maka bla bla bla.

Jakarta, 20 Maret 2015
-SI-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts About Sofiet Isa - Edisi Revisi

Rumahku, Madrasahku

(Bukan) Aktivis Dakwah Kampus: Maulana, Maulana!