Menyepi





Kadang kita memang harus menyepi saat riuhnya dunia, saat ramainya suasana. Seperti, Uzlah-nya Muhammad yang mencari hakikat hidup. Atau, seperti menyendirinya Siddartha Gautama yang mencari arti keadilan dan ketenangan batin.

Untuk sekedar membaca. Membaca apa saja: deret huruf dan angka. Atau, membaca alam beserta pertanda-pertandanya. Atau, membaca pesan Tuhan yang tersirat dari balik setiap peristiwa.


Untuk sekedar memikirkan kembali tentang penciptaan: mengapa dan untuk apa, serta kepada siapa kita akan dikembalikan.

Untuk mencari kembali cinta yang telah terserak, berantakan. Yang entah disampaikan pada siapa saja kepingan-kepingannya.

Dan, untuk menemukan kembali kerinduan. Karena kerinduanlah: jembatan antara pengharapan dan pencapaian, kata Gibran.

Selamat menyepi kawan. Selamat beri'tikaf dengan tenang. Semoga diberikan cahaya saat uzlah-mu. Cahaya di atas cahaya. Cahaya yang menerangi gelapnya pikiran, pandangan, dan tindakan.



Jakarta, 28 Juli 2013

Sofiet Isa M. Setia Hati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Bukan) Aktivis Dakwah Kampus: Maulana, Maulana!

Tarbiyah Bukan PKS

Menuju Persatuan Gerak Gerakan Islam