Alinea Terakhir
Sesungguhnya tiap-tiap aktivitas itu bergantung pada niatnya. Begitu lah Rasul pernah berujar, hingga hadist ini menjadi salah satu hadist paling populer hingga kini.
Tapi, tak santun andai kita melupakan hadist ini: sesungguhnya tiap-tiap aktivitas itu bergantung pada penutupnya. Gamblang, hadist riwayat Bukhari ini menjelaskan bagaimana pentingnya sebuah penutup. Ya, tiap aktivitas hidup dan kehidupan, serta segala apa yang ada di dalamnya (juga) bergantung pada penutupnya. Bergantung pada akhirnya, pada hasilnya.
Ia juga membincang tentang ketuntusan sebuah aktivitas. Sebagaimana Qur’an yang mulia mengisahkannya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu aktivitas), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (aktivitas) yang lain.
Ketuntasan, menggambarkan bagaimana karakter kerja kita. Apakah kita benar-benar curahkan kefokusan seratus persen pada tiap-tiap aktivitas yang kita telah resolusikan. Atau, ternyata kita hanya dapat meresolusikan yang muluk-muluk saja, sementara tentang akhirnya: tak tuntas!
Lompat sana-sini. Lompat dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain. Mobilitas tinggi, memang. Tapi, tak ada satu pun dari aktivitas itu yang tertuntaskan. Mandeg dengan satu aktivitas, lalu kita mencari pelarian ke aktivitas yang lain.
Seperti alinea terakhir, dalam sebuah cerita pendek yang gemar kita baca. Alinea terakhir lah yang menentukan keseluruhannya serta kesudahannya. Apakah berakhir bahagia, atau nestapa. Dan alinea terakhir juga yang mengunci persepsi pembaca tentang kisah, ide, dan hikmah dari cerita dan penulis cerita.
Dan kita lah sang penulis cerita. Kita tuliskan jalan cerita kehidupan kita sendiri, dengan pena dan tinta dari Sang Kuasa. Kita -dengan izin-Nya- pula lah yang menuliskan bagaimana alinea terakhirnya. Kita tuntaskan atau kah tidak sama sekali. Dengan senyum-tawa, atau dengan sedih-airmata.
Sekali lagi, kita lah sang penulis cerita.
*****
Dan, tulisan sangat singkat ini sengaja didedikasikan kepada mereka yang sedang berjuang menuliskan alinea terakhirnya di kampus Gadjah Mada.
Mari kita tuntaskan segala sesuatu yang telah kita mulai di sini, di Gadjah Mada. Dengan kesadaran dan kebanggan, kita memulainya. Maka, dengan kesadaran dan kebanggan pula, kita harus menyelesaikannya.
Buat lah doa mereka yang ikhlas mendoakan kita menjadi tak sia-sia. Harapan, keringat, semangat mereka terbayarkan tunai dengan alinea terakhir yang kita tuntaskan. Terus berjuang, kawan!
Semoga Allah menjaga kita. Menjaga semangat, niat, dan ketuntasan kita semua. Semoga.
Tapi, tak santun andai kita melupakan hadist ini: sesungguhnya tiap-tiap aktivitas itu bergantung pada penutupnya. Gamblang, hadist riwayat Bukhari ini menjelaskan bagaimana pentingnya sebuah penutup. Ya, tiap aktivitas hidup dan kehidupan, serta segala apa yang ada di dalamnya (juga) bergantung pada penutupnya. Bergantung pada akhirnya, pada hasilnya.
Ia juga membincang tentang ketuntusan sebuah aktivitas. Sebagaimana Qur’an yang mulia mengisahkannya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu aktivitas), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (aktivitas) yang lain.
Ketuntasan, menggambarkan bagaimana karakter kerja kita. Apakah kita benar-benar curahkan kefokusan seratus persen pada tiap-tiap aktivitas yang kita telah resolusikan. Atau, ternyata kita hanya dapat meresolusikan yang muluk-muluk saja, sementara tentang akhirnya: tak tuntas!
Lompat sana-sini. Lompat dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain. Mobilitas tinggi, memang. Tapi, tak ada satu pun dari aktivitas itu yang tertuntaskan. Mandeg dengan satu aktivitas, lalu kita mencari pelarian ke aktivitas yang lain.
Seperti alinea terakhir, dalam sebuah cerita pendek yang gemar kita baca. Alinea terakhir lah yang menentukan keseluruhannya serta kesudahannya. Apakah berakhir bahagia, atau nestapa. Dan alinea terakhir juga yang mengunci persepsi pembaca tentang kisah, ide, dan hikmah dari cerita dan penulis cerita.
Dan kita lah sang penulis cerita. Kita tuliskan jalan cerita kehidupan kita sendiri, dengan pena dan tinta dari Sang Kuasa. Kita -dengan izin-Nya- pula lah yang menuliskan bagaimana alinea terakhirnya. Kita tuntaskan atau kah tidak sama sekali. Dengan senyum-tawa, atau dengan sedih-airmata.
Sekali lagi, kita lah sang penulis cerita.
*****
Dan, tulisan sangat singkat ini sengaja didedikasikan kepada mereka yang sedang berjuang menuliskan alinea terakhirnya di kampus Gadjah Mada.
Mari kita tuntaskan segala sesuatu yang telah kita mulai di sini, di Gadjah Mada. Dengan kesadaran dan kebanggan, kita memulainya. Maka, dengan kesadaran dan kebanggan pula, kita harus menyelesaikannya.
Buat lah doa mereka yang ikhlas mendoakan kita menjadi tak sia-sia. Harapan, keringat, semangat mereka terbayarkan tunai dengan alinea terakhir yang kita tuntaskan. Terus berjuang, kawan!
Semoga Allah menjaga kita. Menjaga semangat, niat, dan ketuntasan kita semua. Semoga.
Yogyakarta, 24 Agustus 2012, 14:17
Sembari menanti 3 hari menuju kalimat terakhir dari alinea terakhirku,
sofietisa.web.id
Sembari menanti 3 hari menuju kalimat terakhir dari alinea terakhirku,
sofietisa.web.id
Komentar
Posting Komentar