Piagam Pemboikotan Terhadap Kaum Muslim dan Pembatalannya*

Keberhasilan kaum Muslimin berhijrah ke Habasyah membuat kaum Quraisy kesal. Mau tak mau, Quraisy harus merancang strategi selanjutnya untuk menghadang dan menghentikan dakwah Rasul dan para sahabat setelah penindasan fisik langsung terhadap kaum muslimin gagal. Atau jika tidak, dakwah Islam semakin berkembang dengan dukungan Habasyah. Untuk itulah, atas inisiasi seorang Abu Jahal, disepakati sebuah konsesus bersama (shahifah atau nota kesepakatan) seluruh kepala kabilah Quraisy untuk melakukan pemboikotan terhadap kaum muslimin yang antara lain berisi lima hal.

Pertama, mengucilkan Bani Hasyim dan Bani Muthalib dari kehidupan politik dan sosial. Kedua, tidak akan menikah dengan wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Ketiga, tidak menikahkan putri-putri mereka dengan laki-laki dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Keempat, tidak menjual barang dan jasa kepada Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Dan kelima, tidak membeli barang dan jasa dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib.

Pertanyaannya, mengapa yang diboikot bukan hanya kaum muslimin saja, melainkan Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Ini dikarenakan Rasulullah berasal dari dua bani ini hingga sangat strategis untuk memboikot kedua bani ini demi menghentikan dakwah Rasul. Shahifah ini sendiri ditulis oleh Mansur bin Ikrimah yang kemudian didoakan Rasul hingga rusak jari-jari tangannya dan kemudian shahifah ini dipajang di dalam Ka’bah.Dengan ini, maka pemboikotan atas hak-hak kaum muslimin dimulai.

Walhasil, keadaan ini mendesak kaum muslimin dan sebagian Bani Hasyim serta Bani Muthalib yang bukan muslim (dalam tulisan ini kemudian disebut kaum muslimin saja) untuk segera mengungsi, maka dipilihlah Syi’b (tempat kediaman) Abu Thalib sebagai camp pengungsian kaum muslimin. Syi’b Abu Thalib ini sendiri terletak di celah-celah gunung di sekitar kota Mekkah. Sebagai pemimpin keamanan Quraisy, Abu Jahal kemudian memerintahkan untuk mengisolasi dan memberikan pengamanan ekstra ketat terhadap Syi’b Abu Thalib.

Hari demi hari pemboikotan dilalui oleh kaum muslimin dengan amat berat. Persedian bahan makanan dan keuangan yang makin hari makin menipis membuat mereka harus merelakan harta-hartanya yang tersisa untuk menghidupi semua kaum muslimin yang ada saat itu. Kondisi ini juga membuat ada sebagian Quraisy menaruh empati atas penderitaan suadara-saudara mereka sendiri yang termarjinalkan. Mereka dengan segala keterbatasannya berupa membantu persediaan logistik kaum muslimin di Syi’b Abu Thalib. Inilah yang kemudian digambarkan oleh para sejarawan Islam sebagai tahun penderitaan kaum muslimin.

Pemboikotan ini berjalan 3 tahun lamanya hingga terjadinya pembatalan perjanjian. Adalah seorang Hisyam bin ‘Amr yang menjadi inisiatornya. Dia jugalah yang tiap malam menuju Syi’b Abu Thalib bersama untanya yang dimuati dengan makanan. Bilamana ia sudah sampai di sekitar Syi’b Abu Thalib, ia lepaskan untanya hingga masuk ke Syi’b Abu Thalib dan kaum muslimin di sana mengambil bahan makanan tersebut.

Pada suatu hari, Hisyam bin ‘Amr yang notabenenya adalah kerabat Abu Jahal, mendatangi Zuhair bin Abu Umayyah yang juga kerabat Abu Jahal untuk mendiskusikan sesuatu. Dengan kondisi yang ada, dimana yang diboikot adalah saudara-saudara mereka sendiri, Hisyam bin ‘Amr mengajak Zuhair bin Umayyah untuk melakukan pembatalan shahifah. Namun, Zuhair bin Umayyah meminta agar ada selain mereka berdua untuk melakukan aksi ini.

Kemudian, Hisyam bin ‘Amr mendatangi Al Muth’im bin Adi agar mau bergabung untuk melakukan aksi pembatalan pemboikotan ini. Kemudian Al Muth’im bin Adi bersepakat dan meminta agar ada selain mereka bertiga untuk bergabung. Kemudian, Hisyam bin ‘Amr mendatangi Abu Al Bakhtari bin Hisyam. Dengan ajakan yang serupa, Abu Al Bakhtari bin Hisyam kemudian bergabung dan meminta agar dicarikan orang kelima untuk menguatkan aksi mereka. Lalu, Hisyam bin ‘Amr menemui Zam’ah bin Al Aswad bin Al Muthalib dan mengajak dengan ajakan yang sama. Maka kelima orang inilah yang kemudian menjadi aktor utama pembatalan.

Bertemulah kelima orang ini di suatu tempat di Mekkah untuk merancang aksi pembatalan shahifah. Keesokan harinya dimulailah aksi ini di keramaian Mekkah. Zuhair bin Umayyah kemudian memulai aksi propaganda mereka dengan menyeru kepada penduduk kota Mekkah agar membatalkan shahifah. Ia menyerukan keadilan atas kondisi orang-orang yang terampas haknya di Syi’b Abu Thalib yang padahal merupakan saudara dan kerabat penduduk Mekkah sendiri. Ia mengajak seluruh penduduk untuk serentak membatalkan shahifah.

Terjadilah perdebatan yang sengit antara para pengusung pembatalan, yang diinisasi oleh kelima orang tadi, dengan para pengusung pemboikotan, yakni Abu Jahal dkk. Ini terus berlangsung hingga kemudian Al Muth’im bin Adi berhasil mendekati naskah di dalam Ka’bah. Kemudian, Al Muth’im bin Adi mendapati naskah shahifah dalam keadaan yang rusak dimakan rayap kecuali pada tulisan bismika Allahumma dan pada bagian dimana ada tulisan “Allah” di dalamnya sehingga batallah perjanjian ini dan berakhirlah pemboikotan atas hak kaum muslimin.


*Disarikan dari ceramah Ustadz Salim A. Fillah dalam Kajian Rutin Selasa Sore Jama’ah Shalahuddin UGM di Masjid Kampus UGM 8 Maret 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Bukan) Aktivis Dakwah Kampus: Maulana, Maulana!

Tarbiyah Bukan PKS

Menuju Persatuan Gerak Gerakan Islam