Balada Pengurus Harian
Bapak bosan, nak
Mengapa kau bertanya seperti itu
Dan lagi-lagi bertanya itu, nak?
Selalu saja, selalu!
Kau tanya bapak tentang namamu
Melulu, kau tanya mengapa
Begini, begitu
Tak habis-habisnya
Menggumam,
Menggerutu,
Begitu saja kerjamu
Dari dulu
Atau mau kau ubah?
Buat slametan,
Lengkap dengan nasi merah putih
Seperti mau hajatan!
Sudahlah, trima saja ini
Bapak namakan mu dengan itu
Setelah semedi sepuluh tambah tiga hari
Di tahun baru, di bukit penuh batu
Bukankah indah namamu?
Seperti itu, tertera dalam akte kelahiran
Lagipula semua sudah setuju
Pak RT, Pak RW, Pak Lurah sampai Pak Presiden
Nak, bapakmu ini sudah tua
Hanya bisa menamakanmu begitu
Karena ada harapan, ada doa
Di balik nama yang kau protesi itu
Anakku, sayang
Bapakmu ini ingin bercerita
Tentang masa lalu yang terkenang
Ini cerita bapakmu saat muda
Dengarkan!
Karena inilah bapak menamaimu
Diam dan perhatikan,
Jangan kabur dulu!
Dulu, bapakmu ini pernah kagum
Pada mereka yang tiap waktu berkarya
Walau malam semakin kelam
Demi sebuah idealisme dan cita-cita
Nak, mereka itu luar biasa
Tak pernah mengeluh
Totalitas dalam bekerja
Tak pernah juga menyerah kalah
Mereka ini telah berjanji
Pada sejarah untuk pantang menyerah
Seperti kata Sapardi
Seperti para pahlawan yang menyejarah
Mereka itu seperti,
Berselempang semangat
Yang tak bisa mati
Seperti puisi yang Chairil Anwar buat
Mereka buang angan pribadi
Privasi mereka terampas
Ego dan emosi,
Semua harus mereka lepas
Mereka itu seperti,
Yang guru PPKN-mu itu selalu berkata
Mengorbankan kepentingan pribadi
Demi kepantingan bersama
Bukan pekanan,
Bukan bulanan,
Bukan pula tahunan,
Tapi harian
Tiap hari mereka begini
Istiqamah dalam ikhtiar
Konsisten dalam beramal dan berprestasi
Seperti air yang selalu mengalir
Nak,
Maka dari itu
Dengarkan aku, nak
Bapak ingin kau seperti mereka itu
Mereka yang panggilan akrabnya
Tertulis dalam akte mu itu
Mereka yang gelarnya
Kini menjadi namamu
Namamu itu indah nian
Hinga tak ragu aku menamakanmu:
Penghuni Harian
Sudah! sekarang diam dan lanjutkan khidmat-mu!
Dipersembahkan untuk yang sedang berkarya & untuk -dia- yang tercinta
Masjid Kampus & Wisma Shalahuddin 10 Maret 2011
Mengapa kau bertanya seperti itu
Dan lagi-lagi bertanya itu, nak?
Selalu saja, selalu!
Kau tanya bapak tentang namamu
Melulu, kau tanya mengapa
Begini, begitu
Tak habis-habisnya
Menggumam,
Menggerutu,
Begitu saja kerjamu
Dari dulu
Atau mau kau ubah?
Buat slametan,
Lengkap dengan nasi merah putih
Seperti mau hajatan!
Sudahlah, trima saja ini
Bapak namakan mu dengan itu
Setelah semedi sepuluh tambah tiga hari
Di tahun baru, di bukit penuh batu
Bukankah indah namamu?
Seperti itu, tertera dalam akte kelahiran
Lagipula semua sudah setuju
Pak RT, Pak RW, Pak Lurah sampai Pak Presiden
Nak, bapakmu ini sudah tua
Hanya bisa menamakanmu begitu
Karena ada harapan, ada doa
Di balik nama yang kau protesi itu
Anakku, sayang
Bapakmu ini ingin bercerita
Tentang masa lalu yang terkenang
Ini cerita bapakmu saat muda
Dengarkan!
Karena inilah bapak menamaimu
Diam dan perhatikan,
Jangan kabur dulu!
Dulu, bapakmu ini pernah kagum
Pada mereka yang tiap waktu berkarya
Walau malam semakin kelam
Demi sebuah idealisme dan cita-cita
Nak, mereka itu luar biasa
Tak pernah mengeluh
Totalitas dalam bekerja
Tak pernah juga menyerah kalah
Mereka ini telah berjanji
Pada sejarah untuk pantang menyerah
Seperti kata Sapardi
Seperti para pahlawan yang menyejarah
Mereka itu seperti,
Berselempang semangat
Yang tak bisa mati
Seperti puisi yang Chairil Anwar buat
Mereka buang angan pribadi
Privasi mereka terampas
Ego dan emosi,
Semua harus mereka lepas
Mereka itu seperti,
Yang guru PPKN-mu itu selalu berkata
Mengorbankan kepentingan pribadi
Demi kepantingan bersama
Bukan pekanan,
Bukan bulanan,
Bukan pula tahunan,
Tapi harian
Tiap hari mereka begini
Istiqamah dalam ikhtiar
Konsisten dalam beramal dan berprestasi
Seperti air yang selalu mengalir
Nak,
Maka dari itu
Dengarkan aku, nak
Bapak ingin kau seperti mereka itu
Mereka yang panggilan akrabnya
Tertulis dalam akte mu itu
Mereka yang gelarnya
Kini menjadi namamu
Namamu itu indah nian
Hinga tak ragu aku menamakanmu:
Penghuni Harian
Sudah! sekarang diam dan lanjutkan khidmat-mu!
Dipersembahkan untuk yang sedang berkarya & untuk -dia- yang tercinta
Masjid Kampus & Wisma Shalahuddin 10 Maret 2011
Komentar
Posting Komentar