Dia di Batas Kekhawatiran
Dia yang sedang tidak menikmati hidupnya, akhirnya mengelana. Dari satu kota ke kota lainnya. Entah bersama kawan atau sendirian.
Far away.
Tatapan matanya jauh ke depan. Jauh ke ujung batas. Namun imajinya hanya berjalan mundur. Menatapi masa depan yang begitu misterius dan membingungkan. Sembari bernostalgi dengan bebunga masa lampau.
Aku melihatnya dengan jelas. Dari jejauhan. Bagaimana ia menatap, kemudian merenung. Dari balik jendela kaca kereta senja itu. Kadang kulihat ia termangu di dek kapal. Kadang juga dalam lamunannya di kursi sudut ruangan.
Aku mengagumi pergulatan batinnya, kawan. Bagaimana ia mendefinisikan masa depan berdasarkan peristiwa masa lalu yang ia hikmahi secara otodidak.
Aku mengaguminya. Sekaligus menyampaikan keprihatinanku. Bahwa hasrat akan masa depan begitu menggelora. Juga, bahwa takdir Tuhan itu tak bisa ditebak. Tak dapat diterka dan diraba.
Too much worrying about her future without living her present.
Aku mengaguminya sekaligus ingin menyampaikan pesan padanya: mari kita nikmati hari ini. Karena, seperti kata mereka:
"The clock is running. Make the most of today. Time waits for no man. Yesterday is history. Tomorrow is a mystery. Today is a gift. That's why it is called the present."
Jakarta, 30 Desember 2014
-SI-
Komentar
Posting Komentar